Lanjut ke konten

Yon Haryono: Lewat Sasana Sederhana dengan Alat Bekas, Lahirkan Lifter Berprestasi Internasional

Oktober 21, 2011

yon haryono di indonesiaproud.wordpress.comYon Haryono, pria kelahiran 6 Februari 1969 ini, dulunya adalah mantan  atlet di tahun 1980-an. Yon tertarik dunia angkat besi karena sosok almarhum Joko Buntoro, tetangganya.

Suatu hari Joko Buntoro pulang dari pemusatan latihan nasional (pelatnas) angkat besi di Jakarta dengan memakai jaket. “Waktu itu  saya membayangkan alangkah senangnya bisa ke Jakarta,” ujar Yon.

Pada saat ia duduk di bangku kelas V SD, Yon lantas bergabung dengan sasana angkat besi Gajah Lampung. Cita-citanya sangat sederhana, yakni ingin memakai jaket seperti Joko Buntoro dan pergi ke luar negeri.

Gajah Lampung adalah sasana terkenal di Pringsewu, Lampung. Sasana atau pedepokan ini dikelola Imron Rosyadi, nama besar dalam kancah angkat besi Indonesia sejak tahun 1960-an.

Setelah satu tahun berada di bawah gemblengan Imron yang sangat keras, Yon merebut perak untuk semua kategori angkatan (snatch, clean and jerk, serta total) dalam kejurnas remaja yunior.

Pada tahun 1983 Yon hijrah ke Jakarta karena mendapat beasiswa bersekolah sembari latihan di SMP Ragunan, sekolah khusus atlet. “Saya satu angkatan  sama Susi Susanti dan Yayuk Basuki,” tuturnya.

Saat duduk di SMA Ragunan, Yon bergabung dengan pelatnas persiapan Olimpiade Seoul 1988. Turun di kelas 56 kilogram, Yon menempati  urutan ke-12. Pada tahun 1988 ia juga menjajal kejuaraan dunia dan mendapati dirinya berada di peringkat ketujuh.

Dalam persiapan mengikuti Olimpiade 1988, Yon ditangani pelatih Polandia, Waldemar  Basanovsky, selama dua tahun. Ia juga  sempat ditangani pelatih China, Huang. Dari kedua pelatihnya inilah Yon memiliki bekal untuk bisa mengajarkan orang lain teknik olahraga angkat besi dengan baik.

Pada tahun 1991, Yon mengalami cedera saat mengikuti kejurnas senior. Tulang siku tangan kirinya lepas. Selama 1991 ia tidak berlatih. Yon baru berlatih lagi tahun 1992 dibimbing Imron. Setahun kemudian Yon mendapat panggilan bergabung dengan pelatnas SEA Games 1993. Ia menolak. Ia memilih berkonsentrasi mengikuti PON 1993 agar bisa  menyumbangkan emas bagi Lampung.

Ia mengikuti PON 1993 di kelas 59 kilogram. Saat Yon melakukan angkatan snatch 110 kilogram guna memburu emas, cederanya kambuh. Ia gagal menyumbangkan medali. Inilah pertandingan angkat besi terakhir yang diikutinya sebagai atlet.

Meski berhenti menjadi atlet, mimpi besarnya sebagai atlet angkat besi yang bersinar ia tularkan pada anak-anak lain di kampungnya.   Sejak tahun 2000, ia mulai membagi ilmunya dengan anak-anak di desa Tejosari, Metro, Lampung.

Murid angkatan pertamanya antara lain adalah Eko Yuli Irawan dan Triyatno. Mereka belajar di sasana sederhana dengan alat-alat bekas dari Joko Buntoro. Satu orang lagi muridnya adalah Edi Kurniawan, lifter nasional peraih emas SEA Games dan ikut dalam Olimpiade 2008.

Delapan tahun setelah Yon memperkenalkan olahraga angkat besi untuk pertama kalinya, Eko dan Triyatno mengharumkan nama Indonesia dengan merebut medali perunggu Olimpiade Beijing 2008. Eko waktu itu mendapatkannya dari kelas 56 kilogram, sedangkan Triyatno dari kelas 62 kilogram. Sejak itu Eko dan Triyatno menjadi atlet berprestasi   dan ternama di cabang angkat besi.

Yon kemudian meneruskan pelatihan pada anak-anak lain. Ia bertekad untuk menciptakan  “Eko  dan Triyatno baru”  di sasananya.

Saat ini Yon masih melatih sekitar 25 anak kampung Tejosari, Metro  Lampung. Mereka terdiri dari anak-anak antara siswa SD sampai lulusan SMA. Mereka berlatih dengan alat-alat bekas yang sebagian sudah rusak. Tak hanya dari alat barbel, tapi sampai urusan sepatu  lifter dan ikat pinggang. “Kadang Eko dan Triatno suka bawa sepatu dan ikat pinggang bekas mereka untuk dipakai adik-adiknya di sini,” kata Yon.

Sasana tempat mereka berlatih berupa bangunan semi permanen dan berada di tengah-tengah kebon pisang. Tanahnya milik seorang penduduk yang meminjamkannya dan bangunan sasana dibuat dari hasil  gotong royong para orang tua, yang menginginkan anak-anaknya kelak   bisa seperti Eko dan Triyatno.

Yon tidak berani menjalankan program pelatihan secara sempurna. Menurutnya, sarana dan prasarana sangat tidak memadai. “Terutama  jika berbicara masalah gizi,” katanya.
Maklum, kebanyakan murid-murid Yon adalah anak-anak penduduk  sekitar yang kebanyakan orang tuanya hanya berprofesi sebagai petani, kuli bangunan, dan buruh harian.

Namun demikian jangan ragukan kesungguhan Yon dan anak-anak  didiknya. Meski dalam keterbatasan atlet-atlet angkat besi dari  sasana sederhana ini telah membuktikan prestasinya di ajang Kejurnas Remaja tahun 2010 dan di ajang Kejurnas Yunior di Jakarta tahun 2011 dengan menggondol sejumlah medali.

Sumber: kickandy.com/hope

7 Komentar leave one →
  1. uungferi permalink
    Oktober 24, 2011 11:35 am

    nice infoooo

  2. Anna permalink
    November 5, 2011 11:35 pm

    Bapak Yon Haryono, anda hebat sekali “hanya” dengan berbekal semangat “melatih”, anda membuka sasana di Metro.
    Setahu saya yg orang awam, tidak mudah membuka sasana. Karena semangat saja tidak cukup.
    Dana yang cukup besar diperlukan untuk pembinaan. Saya kira anda sebagai mantan atlit yg diasuh oleh Bapak Imron Rosadi sejak dari kecil hingga dewasa tahu perhitungannya utk bulanan anda, ditambah bonus jika anda mendapatkan medali di setiap kejuaraan yg anda ikuti.

    Yang saya heran, anda melatih di Metro yang merupakan bagian dari Provinsi Lampung, kenapa ke-2 lifter tersebut menurut catatan masuk ke berbagai daerah lain di Indonesia? Bukankah anda sendiri dibesarkan & dibina oleh Ketua Pengda PABBSI Lampung Bapak Imron Rosadi sendiri. Berarti anda tahu & hapal sekali, kepada siapa seharusnya ke-2 lifter tersebut harus dibina.

    Besi dari Joko Buntoro??????
    Bapak Yon Haryono, mungkin anda harus disegarkan ingatannya kembali mengenai pemberian besi dari Padepokan Gajah Lampung oleh – kembali – Bapak Imron Rosadi.
    Kebetulan orang yg mengantarkan besi tersebut ada, beserta saksi2nya.

    Bagaimana dengan biaya sehari-hari untuk “pembinaan” tersebut?
    karena kembali, setahu saya yg orang awam dibandingkan Bapak, selama bertahun-tahun Bapak Imron Rosadi memberikan dana secara pribadi kepada anda untuk pengembangan atlit di daerah tempat tinggal anda.
    Mungkin maksud anda, anda diberikan dana untuk pengembangan, tetapi anda yg memberikan atau tidak ke atlit “binaan” anda?

    Selama bertahun-tahun, bisa dilihat prestasi atlit anda yg anda ikutkan sebagai bagian dari Padepokan Gajah Lampung di setiap kejuaraan. Apakah sesuai dengan dana yg diberikan? Mungkin akan lebih baik jika anda cantumkan berat angkatan masing-masing atlit tersebut.

    Secara psikologi, kita akan lebih berkesan & ingin mengikuti jejak dari orang yg membesarkan kita sedari dini, alias semenjak kecil.
    Agak aneh juga kalau anda malah berkesan pada pelatih yg hanya melatih anda beberapa waktu & setahu saya lagi, anda tidak pandai berkomunikasi dalam bahasa ibu ke 2 pelatih tersebut, dan ke 2 pelatih tersebut tidak pandai berbahasa indonesia.

    Menurut kabar, anda baru mendapatkan 100 juta rupiah, karena “pengabdian” anda, apakah anda gunakan dana tersebut untuk pengembangan atlit daerah Lampung untuk Provinsi Lampung atau Provinsi-provinsi lain?

    Sungguh sayang jika orang yg memiliki semangat “pengabdian” lupa menyebutkan hal-hal penting yang mendukung kariernya semenjak awal hingga sekarang.

  3. bersatulah permalink
    November 15, 2011 11:35 pm

    Kepada yg tidak puas hati ….dri pada menggerutu g prlu ngungkit2 pemberian lebih baik ikhlas apa adanya yang terpenting sekali sama2 memajukan atlit indonesia. Indonesia pasti bisa……

  4. anna permalink
    November 16, 2011 11:35 pm

    Wahhh… Masalah puas hati atau tidak saya kembalikan pada komentar bapak diatas, apakah bapak pernah atau bahkan sering dikhianati orang yg anda urus sejak kecil.

    Kalau belum pernah mengalami yaaa… Bagaimana anda bisa bilang siapa yg harus puas hati? Bukannya berarti anda yg tidak puas hati kebenaran diungkapkan di muka umum?

    Memajukan atlet indonesia atau tidak kan sebagian fakta sudah diungkapkan diatas. Menurut anda yg dimajukan siapa? Atletnya atau ” pelatihnya “….???

    Kalau mau diungkit. . Jangan2 blog ini tidak muat daftarnya. Karena terlalu banyak.
    Mau jadi pelatih alias pendidik ya yg benar2 sajalah… Selama ini orang diam bukannya tidak tahu.
    Kalau gurunya saja tukang bohong, bagaimana mau ngajarin murid biar benar toh?
    Wong gurunya benar saja, muridnya banyak yg jadi pengkhianat.

    Kalau anda mau contoh beserta nama2 nya saya bisa buka di forum ini kok.

  5. Anton permalink
    Desember 3, 2011 11:35 pm

    Prestasi yang dibangun dari kebohongan sangat disayangkan, apalagi dibesarkan oleh media yang tidak terlebih dahulu mendapatkan data yang akurat. Zaman sekarang banyak media mengekpose berita besar, tapi hanya untuk konsumsi kepentingan media itu sendiri.

    • Desember 5, 2011 11:35 pm

      Mohon klarifikasi, kebohongan apa yang telah disebarkan? Bila tidak ada tanggapan, komentar anda akan dihapus.

      • Anna permalink
        Desember 19, 2011 11:35 pm

        Kebohongan yg mana? Mungkin harus diikuti dari permulaan komentar dari awal. Atau jika media yg meliput berita di atas ingin mengklarifikasi bisa kirimkan timnya ke Padepokan Gajah Lampung.
        Mumpung orang2 yg mengetahui latar belakang sesungguhnya dari “bapak Yon Haryono” & segala perbuatan beserta kroni2nya masih ada.

        Silakan dicek, sekarang Yon Haryono mengikutsertakan “anak2 didiknya” di porprov atas nama Provinsi Banten, tanpa persetujuan dari Pengda Provinsi Lampung.

        Apakah ada ajakan bersatu demi merah putih jika sejak semula niat orang tersebut dimulai dari pengkhianatan?

        Pengabdian dimulai dari hati nurani yg bersih, bukan dari uang.
        Yang perlu ditanyakan apakah media yg memuat berita tersebut ada mengklarifikasi pihak2 terkait sebelum disiarkan ke publik?

Tinggalkan Balasan ke indonesiaproud Batalkan balasan