Lanjut ke konten

Mobil Bahan Bakar Plastik UGM Raih Juara Dunia Shell Ideas360 di Inggris

Juli 9, 2018

Tim Smart Car MCS Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta cetak prestasi membanggakan di tingkat dunia dengan berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi Shell Ideas360 pada 5 Juli 2018 di London, Inggris.

Pada kompetisi bergengsi yang diadakan perusahaan multinasional Shell ini tim UGM sukses memenangkan dua kategori lomba sekaligus, yakni meraih juara Judges Choise dan Audience Voice dengan mengusung gagasan mengembangkan mobil pintar yang dapat mengolah limbah plastik menjadi bahan bakar dan rendah emisi.

Tim yang beranggotakan Herman Amrullah (Teknik Kimia), Sholahuddin Alayyubi (Teknik Kima) dan Thya Laurencia Benedita Araujo (Teknik Kimia) berhasil meraih juara pertama dengan mengalahkan 4 finalis dunia lainnya.

Mereka merupakan tim tangguh dari American University of Sharjah (Uni Emirat Arab), University of Texas at Austin (Amerika Serikat), University of Bordeaux (Perancis) dan University of Melbourne (Australia).

Sebelumnya, tim UGM ini harus berkompetisi dalam beberapa tahapan dengan 3.336 tim mahasiswa berbagai universitas dari 140 negara dunia dalam mengembangkan inovasi baru. Dari seluruh finalis kemudian dipilih lima tim terbaik untuk melaju ke final di London mempresentasikan inovasi yang diajukan.

“Alhamdulilah kami bisa memenangkan kompetisi ini dan memenangkan dua kategori lomba,” ungkap Herman.

Dia menyebutkan bahwa mereka tidak menyangka bisa memenangkan judges voice. Terlebih dengan formasi tim yang semuanya merupakan mahasiswa program sarjana. Sementara tiga finalis lainnya merupakan mahasiswa program master dan satu finalis lainnya merupakan mahasiswa double degree yang menjadi pemenang kompetisi ini.

“Kalau dilihat dari latar belakang pendidikan kami masih di bawah mereka dan mereka memang lawan yang berat. Karenanya tidak menyangka bisa menang,” urainya.

Tim UGM yang dibimbing oleh Hanifrahmawan Sudibyo, S.T., M.Eng., dan Yano Surya Pradana, S.T., M.Eng., ini meraih juara dengan merancang sebuah mobil yang mampu mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar dengan memanfaatkan gas buang mobil.

Ide ini berawal dari keprihatinan mereka terhadap banyaknya sampah plastik di lingkungan dan ramainya pemberitaan bahwa Indonesia adalah produsen sampah plastik terbanyak kedua di dunia setelah China.

“Kita menyayangkan masalah plastik di Indonesia yang tidak termanajemen dengan baik. Jadi kita punya ide, mengapa kita tak mengubah sampah plastik menjadi energi sekaligus membantu kekurangan energi di Indonesia,” ujar Thya.

Meskipun sampah plastik dapat diubah menjadi bahan bakar, tetapi untuk mengonversi menjadi bahan bakar membutuhkan energi yang tidak sedikit. Dari hal tersebut kemudian terbersit dalam pikiran mereka untuk memanfaatkan panas dari gas buang kendaraan untuk mengonversi limbah plastik menjadi bahan bakar. Panas gas buang kendaraan bisa mencapai 500 °C sehingga bisa digunakan dalam proses tersebut.

Pengolahan sampah sebagai sumber energi bukanlah hal baru. Terobosan mereka menjadi berbeda, karena tidak lagi membutuhkan energi tambahan untuk mengolah limbah.

“Upaya untuk mengonversi limbah kan sudah banyak. Tapi mayoritas menggunakan LPG untuk membakarnya. Nah, kami punya ide dengan mengonversi sampah plastik itu memakai gas buangan knalpot, jadi gratis,” cerita Herman.

Berdasarkan pembuktian yang mereka lakukan, gas buang knalpot mobil yang suhunya bisa melewati 400 derajat Celcius, cukup untuk melakukan pembakaran.

Smart car ini memiliki reaktor pirolisis yang dapat menampung sebanyak 2 kg sampah plastik. Mobil ini juga dilengkapi dengan teknologi Microalgae Cultivation Support (MCS) yang digunakan untuk mengurangi jumlah CO2 gas buang pada kendaraan.

Pengembangan Smart Car ini tidak hanya bisa memproduksi bahan bakar dan biofuel untuk energi bersih dari limbah plastik. Namun, dengan pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar juga mengurangi persoalan sampah di lingkungan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik. Disamping itu, juga berkontribusi dalam mengurangi jumlah karbondioksida sehingga bisa menekan dampak perubahan iklim.

Sumber: ugm.ac.id, kompas.com (06/07/18)

No comments yet

Tinggalkan komentar